السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر ×9 لا إله إلا الله،
والله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ
Hadirin Jama’ah Idul Adha Rahimakumullah,
Alhamdulillah pagi ini kita dapat berkumpul menikmati
indahnya matahari, sejuknya hawa pagi sembari mengumandangkan takbir
mengagungkan Ilahi Rabbi dirangkai dengan dua raka’at Idul Adha sebagai upaya
mendekatkan diri kepada Yang Maha Suci.Dalam kesempatan ini kami berwasiyat kpd
diri kami pribadi dan kpd hadirin jamaah semuanya Marilah kita bersama-sama meningkatkan taqwa
kita kepada Allah swt dengan sepenuh hati. Kita niatkan hari ini sebagai
langkah awal memulai perjalanan diri mengarungi kehidupan seperti yang
tercermin dalam keta’atan dan ketabahan Nabiyullah Ibrahim as menjalani cobaan
dari Allah Yang maha Agung dan Maha Tinggi.Alloh Akbar 3x Walillahil hamd
Setiap
orang yang beriman senantiasa mendambakan rahmat, maghfirah, dan ridha Allah
SWT. Seluruh aktivitasnya – duniawiyah dan ukhrawiyah – ia maksudkan untuk
memperoleh rahmat dan ridha Allah SWT.Bagi orang beriman tidak ada perbedaan
antara aktivitas duniawiyah dan aktivitas ukhrawiyah. Sebab, keduanya dilakukan
dengan niat untuk mencari ridha Allah. Ridha artinya senang. Kedua aktivitas
itu dilakukan sesuai dengan tuntunan dan petunjuk Allah. Bila kedua aktivitas
tersebut sudah diridhai Allah maka tentu rahmat dan maghfirah-Nya pun akan
dicurahkan Allah kepadanya. Demi memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha Allah,
seorang yang beriman akan melakukan apa saja yang mungkin ia lakukan dan
memberikan apa saja yang mungkin ia berikan; dan mengorbankan apa saja yang
mungkin ia korbankan. Alloh Akbar 3x Walillahil hamd
Kesadaran
dan keinsyafan untuk berkurban karena Allah inilah yang merupakan makna hakiki
dari “Id al-Adha. Makna ini akan dirasakan kemanfaatannya apabila diwujudkan ke
dalam kehidupan realitas kita
II. Makna Hakiki Idul Adha
Secara harfiah ‘Id al-Adha
artinya adalah Hari Raya Kurban. Dinamai demikian karena dimaksudkan untuk
mengingat pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as. dan keluarganya
untuk dicontoh, diteladani, dan diwujudkan nilai-nilainya oleh orang-orang yang
beriman.
Dalam kesederhanaan, nilai
(ajaran) kurban ini tergambar di dalam penyembelihan hewan kurban itu sendiri;
(1) niatnya karena Allah , (2) yang sampai kepada Allah bukan darah atau daging
kurban tetapi keimanan dan ketakwaan orang berkurban,(3) daging kurban itu
sendiri didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang
benar-benar membutuhkan sebagai kepedulian kepada lingkungan dan upaya
meningkatkan kebersamaan solidaritas sosial, (4) pendistribusian secara adil
dan merata, dilakukan sebagai pengamalan perintah syukur atas nikmat dan
karunia yang diberikan oleh Allah.(5) dan pahala pertama, untuk orang yang
berkurban itu sendiri dan kedua, untuk semua pihak yang mendukung dan
menciptakan suasana yang kondusif hingga terselenggaranya aktivitas pengorbanan
karena Allah.Demikian juga bagi mereka yang sedang melaksanakan haji, jika
mereka diwajibkan menyembelih (unta, kambing, biri-biri, dan sapi), hendaklah
disembelih di tanah haram dan dagingnya di hadiahkan kepada fakir miskin dalam
rangka ibadah haji.
Allahu Akbar 3x Walillah
al-Hamd
Hadirin,
kaum Muslimin jamaah Id al-Adha yang berbahagia !
Dengan demikian ada lima ciri
yang terdapat di dalam aktivitas pengorbanan karena Allah. Kelima cirri tersebut
berkaitan dengan (1) niatnya, (2) orientasinya, (3) kemanfaatannya, (4) caranya
dan (5) tujuannya.
1. Niat Berqurban untuk Idul
Adha
Aktivitas pengorbanan yang
disyari’atkan oleh Islam adalah aktivitas pengorbanan yang diniatkan karena
Allah. Dalam konteks ini, al-Ghazali mengemukakan dalam Ihya bahwa seseorang
tidak sampai kepada Allah (tidak akan dapat mencapai posisi kurban atau dekat
dengan Allah; amal ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah) kecuali apabila
orang itu :
a. Sanggup membebaskan diri
dari pengaruh hawa nafsu.
b. Mampu mengendalikan diri
sehingga ia tidak terjerumus ke dalam dan perilaku hidup hedonistic
(matrealistis)
c. Di dalam ia melakukan
sesuatu perbuatan, ia hanya melakukan perbuatan yang benar-benar perlu dan
diperlukan; ia bertindak efisien, disiplin, istiqamah, dan selalu peduli
terhadap lingkungan dalam rangka memupuk kesadaran dan solidaritas.
d. Seluruh aktivitasnya, gerak
maupun diamnya , seluruhnya ia niatkan karena Allah.
Esensi niat karena Allah adalah
memurnikan ketaatan dan kepatuhan hanya kepada Allah sebagai wujud dari
keimanan dan kesadaran selaku makhluk hamba Allah, dan khalifah Allah di muka
bumi. Allah berfirman:
وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء… (البينة\98 :5)
Padahal mereka tidak disuruh kecuali
supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan
agama dengan lurus… .
Niat karena Allah mempunyai
fungsi antara lain: (1) menumbuhkan kesadaran tentang keberadaan (existensi)
Allah , (2) menginsyafkan bahwa ketaatan, kepatuhan, kepasrahan, dan ketundukan
hanya pantas diberikan kepada Allah, (3) menanamkan kesadaran bahwa Allah tidak
membeda-bedakan manusia, tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin, majikan
atau buruh, pejabat atau bukan, semuanya dituntut untuk mentaati hukum; yaitu
mengedepankan supremasi hukum; untuk melaksanakan kewajiban, ketentuan, dan
peraturan, seluruh manusia sama di hadapan Allah; iman dan takwalah yang
membuat seseorang dekat dan mulia di sisi Allah. (4) menjadikan Allah sebagai
motivasi dan tujuan hidup dan (5) menghilangkan semua penyakit hati, seperti
Syirik, kufur, munafik, takabbur, riya, ‘ujub,, dan lain sebagainya.
Orang yang memiliki niat yang
mempunyai keimanan dan kesadaran seperti ini, akan dapat melakukan apa saja
yang diperintahkan Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim as, dan
keluarganya pada saat Nabi Ibrahim menerima perintah dari Allah untuk
mengorbankan putranya Ismail as.
Padahal Nabi Ibrahim puluhan tahun mendambakan anak, begitu Allah memberikan
anak dan ketika anak telah sampai usia tamyiz, bisa mambantu dan berusaha
bersama ayahnya Ibrahim datanglah perintah Allah untuk mengorbankannya. Apa
yang menyebabkan Nabi Ibrahim siap untuk mengorbankan anaknya ?
a. Kecintaan Nabi Ibrahim
terhadap putranya tidak dapat menghalangi kepatuhan dan ketaatannya kepada
Allah.
b.Ismail sendiri bahkan
bersedia mengorbankan jiwa dan raganya karena patuh dan taat kepada Allah .
يآأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شاء الله من الصابرين. (الصافات\37:102)
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar.
a. Siti Hajar ra, sekalipun air
matanya nampak menitik pertanda bahwa ia tidak dapat menyembunyikan
kesedihannya, tetapi secara pasti ia berkata: “aku rela kalau itu memang
perintah Allah”.
b. Setelah merasa pasti bahwa
itu adalah keputusan dan ketetapan Allah, dalam kepastiannya sebagai pemimpin,
sebagai orang kaya, bahkan sebagai orang yang bergelar Khalilullah, sebagai
orang yang mempunyai kedekatan dengan Sumber Hukum dan Sumber Kebijakan. Tidak
sedikitpun terbetik di hati Ibrahim dan keluarganya agar mereka diperlakukan
secara berbeda di dalam melaksanakan peraturan dan ketentuan. Karena Nabi
Ibrahim dan keluarganya sadar bahwa di hadapan Hukum Allah semua manusia sama;
harus taat kepada perintah, taat kepada keputusan hukum, taat kepada peraturan
dan ketentuan.
Kepatuhan dan ketaatan yang
dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah ini, divisualisasikan
(diragakan) secara simbolik dengan penuh keimanan dan keinsyafan oleh mereka
yang melaksanakan ibadah haji, dan mereka yang melakukan ibadah kurban.
Aktivitas orang yang melakukan ibadah haji seluruhnya mencerminkan kepatuhan
dan ketaatan ini. Bahkan untuk mencontoh Rasulullah – mencium hajar aswad (batu
hitam) sekalipun mereka ikhlas dan rela melakukannya karena patuh dan taat
kepada Allah . Hal ini, sejalan dengan apa yang mereka nyatakan di dalam
talbiyah , Labbaik Allahumma Labbaik (Ya, Allah ini aku datang memenuhi
panggilan-Mu; siap untuk melaksanakan apapun yang Engkau perintahkan, siap
meninggalkan apapun yang Engkau larang ! Di dalam kehidupan pasca ibadah haji ,
kesiapan inilah yang menjadi salah satu indikasi penting bagi seseorang apakah
hajinya mabrur atau tidak !
2. Orientasi Berqurban untuk idul adha
Orientasi pengorbanan karena
Allah diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap
lingkungan :
فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير. (الحج\ 22 : 28)
Maka makanlah sebagian dari
padanya dan sebagian lagi berikanlah untuk makan orang-orang yang sengsara lagi
fakir.
Ayat di atas Allah menyatakan
bahwa daging kurban boleh dinikmati oleh orang yang berkurban yang merupakan
nikmat dan anugrah Allah, tetapi sebagian yang lain; didistribusikan secara
adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai
bentuk kepedulian sosial dan perhatian terhadap lingkungan.
3. Kemanfaatan Berqurban untuk Idul Adha
Kemanfaatannya dirasakan oleh
semua pihak:
a. Pihak yang berkurban,
kualitas keimanan, dan ketakwaannya bertambah; posisinya semakin dekat kepada
Allah.
b. Nikmat dan karunia Allah
tidak hanya oleh orang-orang tertentu saja melainkan juga oleh orang-orang yang
berada di lingkungannya, terutama oleh mereka yang berada pada posisi
mustad’afin .
c. Penyakit-penyakit sosial,
seperti sikap apatis, individualistik, egoistic, dan kazaliman-kezaliman
lainnya diharapkan dengan sendirinya akan terkikis melalui proses interaksi
dalam kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat pengorbanan karena Allah,
sehingga apa yang disebut dengan kesenjangan sosial akibat ketidak adilan yang
dapat menimbulkan antara lain sikap dan perilaku kriminalitas serta anarkis dan
kejahatan-kejahatan ekonomi dan sosial lainnya dapat dihindarkan.
4. Cara Berqurban untuk Idul Adha
Cara berkurban karena Allah,
seperti yang ditunjukkan oleh Allah sendiri, yaitu bukan dengan cara
membinasakan manusia, tetapi justru dengan menyelamatkan manusia dan
kemanusiaan; dengan jalan mensyukuri nikmat dan karunia Allah, dalam rangka
mengoptimalisasikan kemanfaatan nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan
oleh Allah dan menebarkannya secara adil dan merata.
Perintah penyembelihan terhadap
Ismail semata-mata dimaksudkan hanya sebagi ujian, sebagai tuntutan pembuktian
atas tekad kesetiaan yang pernah dinyatakan oleh Ibrahim as sendiri. Di samping
sebagai Nabi, Ibrahim adalah seorang kaya yang sangat dermawan. Ia banyak
mengorbankan harta kekayaannya untuk kepentingan sosial. Suatu waktu ia
diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih sejumlah kambing dan sejumlah unta sebagai
kurban dan santunan bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Pujianpun banyak
berdatangan tertuju kepadanya. Waktu itu, ia belum dikarunia anak. Pada waktu
itulah ia berkata; bahwa anak sendiripun akan dikorbankan apabila hal itu,
diperintahkan oleh Allah. Maka tatkala anak itu benar-benar telah lahir, bahkan
telah dapat membantu pekerjaannya dan tentu merupakan anak yang sangat
didambakan dan dicintai oleh Ibrahim as dan isterinya Siti Hajar. Dan datanglah
tuntutan Allah agar Ibarahim membuktikan tekad dan kesetiaannya kepada Allah.
Setelah Ibrahim as yakin bahwa mimpi itu, benar-benar perintah Allah, iapun
berbulat hati untuk melaksanakannya. Ayah dan anak tunduk pada kehendak Allah,
tetapi Allah yang kemudian menghentikannya. Sesudah nyata kesabaran dan
ketaatan Ibarahim dan Ismail as maka Allah melarang menyembelih Ismail dan
untuk meneruskan kurban, Allah menggantikannya dengan seekor kambing yang besar
yang dagingnya diperintahkan untuk didistribusikan secara adil dan merata
terutama kepada mereka yang membutuhkannya. فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير peristiwa ini menjadi dasar syariat Kurban yang dilakukan setiap
tahun dalam rangkaian Hari Raya dan Ibadah Haji.
5. Tujuan Berqurban untuk Idul Adha 2014
Tujuan berkurban adalah
taqarrub kepada Allah, yaitu mendekatkan diri sedekat mungkin kepada-Nya untuk
memperoleh rahmat, maghfirah, dan ridha-Nya.
Allahu Akbar 3x Walillahi al-
Hamd!
IV. Penutup
Hadirin kaum muslimin sidang Idul Adha yang berbahagia!
Demikianlah, Khutbah Tentang
Ibadah Kurban / ‘Id al-Adha tidak boleh berhenti hanya pada makna intrinsiknya,
akan tetapi ia harus berlanjut dengan mengaplikasikan makna-makna tersebut
melalui makna instrumentalnya: dan inilah yang dikehendaki oleh setiap
peribadatan atau ritual dalam Islam.
Kepada kita semua, kepada
bangsa Indonesia, kepada kaum mukminin dan mukminat di manapun mereka berada,
kepada ibu dan bapak kita, kepada para pemimpin kita, kepada anak, cucu dan
keluarga kita, kepada generasi kita yang akan melanjutkan hidup kita, kiranya
Allah berkenan memberikan ketetapan iman dan Islam, memberikan taufiq, hidayah
dan ‘inayah-Nya, memberikan kemudahan dan keberkahan-Nya, sehingga kita dapat
memperoleh kebahagian dan kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak.
Amin ya rabbal ‘alamin.
أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ
الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ
الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي
وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ
وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا
اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua:
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ
(4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً
وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ
وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ
تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ
وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى
اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ
اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان
وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي
التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ
بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ
اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا
بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ اَكْبَرْ
والسلام عليكم ورحمة الله
وبركاته .