Senin, 14 Mei 2012

MEMAHAMI TAFSIRUL QUR’AN


MEMAHAMI TAFSIRUL QUR’AN

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,[Q.s alnahl 43]

Al Quran sebagai kitab paripurna syarat dengan konsep, baik yang bersifat abstrak (ghaib) maupun konkret (dzahir). Konsep tentang Allah, malaikat, akhirat adalah konsep abstrak. Sementara itu al Qur’an juga menunjukkan konsep yang mengarah kepada fenomena konkret yang dapat diamati, misalnya tentang fuqara, mustadl'afin (kaum yang lemah), dsb.
Semua konsep diatas menjadi bermakna bukan saja karena keunikan keteraturan cara al Qur’an membahas suatu permasalahan secara sistematis, tetapi juga karena muatan al Qur’an yang bisa memberi gambaran paripurna (komprehensif) mengenai nilai-nilai Islam.
Upaya umat Islam menggali unsur muatan dan keparipurnaan al Quran melalui metode penafsiran telah berkembang sejak periode sahabat dilanjutkan tabi'in dan seterusnya.
Dalam kitab al Itqah fi Ulum al Quran, Imam Suyuti mendefinisikan tafsir sebagai penjelasan dan penyingkapan (nilai-nilai al Qur’an). Menurut ulama lain, tafsir diartikan sebagai suatu penjelasan lafadz dengan satu penjelasan saja.
Adapun metode penafsiran al Quran menurut para ulama ada dua macam. Pertama, memakai dalil naqli dan harus simai. Metode ini banyak dipakai kalangan as salaf as shalih. Sedangkan yang kedua berdasarkan ra'yi (pendapat). Metode kedua ini diperbolehkan, mengingat para sahabat dan tabiin berbeda-beda dalam menafsiri al Qur’an. Hal ini menandakan masuknya unsur ra'yi mereka dalam menafsirkan al Qur’an. Namun, terlepas dari hal tersebut, ra'yi penafsir harus terlepas dari tabiat dan hawa nafsu, karena di samping dilarang juga merusak kemurnian al Qur’an.
Tafsir yang sering juga terdengar sekarang adalah penafsiran secara tematik (maudlu'i). bentuk penafsiran menurut tema permasalahan atau disiplin ilmu tertentu ini diperbolehkan asal tidak menyimpang dari sumbernya. Seperti ada mufassir kontemporer yang menafsiri bahwa Ya'juj dan Ma'juj yang disebut dalam al Quran adalah bangsa Mongol dan Tartar. Wal hasil, pokoknya tidak sampai memutarbalikkan fakta yang berakibat mengubah arti, maksud dan tujuan al Qur’an maka secara penafsiran bentuk apapun diperbolehkan.
Yang masih sering menjadi pertanyaan, tafsir mana yang benar dan dapat dijadikan panduan hidup di dunia dan akhirat?
Dalam menentukan benar tidaknya suatu tafsiran al Qur’an, umat Islam kebanyakan masih tergantung pada masing-masing golongan yang ada di tubuh umat Islam itu sendiri. Apa yang dikatakan mufassir ahlussunnah wal jamaah akan punya kekhasan tersendiri dengan yang dikatakan para ulama tafsir dari golongan Mu'tazilah, Syiah atau yang lain.
Selain itu, dengan hanya mendasarkan diri pada al Qu’ran saja sebenarnya telah tercukupi semuanya. Tetapi karena al Qur’an tidak sampai menjelaskan secara rinci bagaimana cara membuat kapal terbang misalnya--tapi al Qur’an memuat aturan-aturan global yang cukup untuk mengilhami seorang perancang pesawat terbang.
Sekarang tugas jangka pendek umat Islam adalah menjaga dan menghidupkan al Qur’an dengan jalan belajar membacanya secara bagus dan benar secara musyafahah (menghadap atau setoran bacaan) kepada guru yang benar-benar ahlul Qur’an. Juga, mempelajari, memahami ,menghafalkan dan mengkaji tafsir di hadapan guru yang ahli, untuk kemudian berusaha mengamalkannya sehingga mencapai derajat hamilul Qur’an, dari sisi ucapan, ilmu maupun amalnya. Dan akhirnya mampu mengajarkannya, karena Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al Quran dan mengajarkannya."
Disamping itu yang seharusnya menjadi warisan generasi penerus adalah cara menomorsatukan al Qur’an, baik bacaan, tafsir, dalil dan lain sebagainya, diatas segala-galanya, sehingga apabila ada ilmu yang bertentangan dengan al Qur’an maka yang harus didahulukan adalah al Qur’an. Sabda Nabi:
"Barangsiapa menjadikan al Quran sebagai Imamnya, maka ia akan didahulukan masuk ke surga."
Kami melalui tulisan ini mengajak seluruh muslimin siapa saja yang ingin mempelajari Al Qur’an baik bacaan, tafsir, dalil maupun menghafalkannya harus didasari dengan hati ikhlas ,cinta dan penuh kesabaran karena Alloh swt,dalam Alqur’an Alloh swt berfirman:
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?[Q.s alqomar 17]
Walhasil  Al Qur’an harus jadi sumber segala sumber ilmu.
Akhirnya, kepada para generasi muda Islam agar selalu berusaha mempelajari Al Qur’an, baik bacaan,hafalan,tafsir, makna, pemahaman, rahasia, berkahnya dan menghayatinya sampai dapat mengamalkannya. Ini semua harus diperoleh dari guru Alqur’an  yang mutawatir sambung sanadnya kepada nabi Muhammad saw atau seorang yang ahli di bidangnya yang telah dijamin kebenaran dan keselamatan ajarannya. Amiiin
Wallahu a'lam  bishowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar