MEMAHAMI TAFSIRUL QUR’AN
Dan Kami tidak mengutus sebelum
kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui,[Q.s alnahl 43]
|
Al Quran sebagai kitab paripurna syarat
dengan konsep, baik yang bersifat abstrak (ghaib) maupun konkret (dzahir).
Konsep tentang Allah, malaikat, akhirat adalah konsep abstrak. Sementara itu al
Qur’an juga menunjukkan konsep yang mengarah kepada fenomena konkret yang dapat
diamati, misalnya tentang fuqara, mustadl'afin (kaum yang lemah),
dsb.
Semua konsep diatas menjadi bermakna
bukan saja karena keunikan keteraturan cara al Qur’an membahas suatu
permasalahan secara sistematis, tetapi juga karena muatan al Qur’an yang bisa
memberi gambaran paripurna (komprehensif) mengenai nilai-nilai Islam.
Upaya umat Islam menggali unsur
muatan dan keparipurnaan al Quran melalui metode penafsiran telah berkembang
sejak periode sahabat dilanjutkan tabi'in dan seterusnya.
Dalam kitab al Itqah fi Ulum al
Quran, Imam Suyuti mendefinisikan tafsir sebagai penjelasan dan
penyingkapan (nilai-nilai al Qur’an). Menurut ulama lain, tafsir diartikan
sebagai suatu penjelasan lafadz dengan satu penjelasan saja.
Adapun metode penafsiran al Quran
menurut para ulama ada dua macam. Pertama, memakai dalil naqli dan harus
simai. Metode ini banyak dipakai kalangan as salaf as shalih.
Sedangkan yang kedua berdasarkan ra'yi (pendapat). Metode kedua ini
diperbolehkan, mengingat para sahabat dan tabiin berbeda-beda dalam menafsiri
al Qur’an. Hal ini menandakan masuknya unsur ra'yi mereka dalam
menafsirkan al Qur’an. Namun, terlepas dari hal tersebut, ra'yi penafsir
harus terlepas dari tabiat dan hawa nafsu, karena di samping dilarang juga
merusak kemurnian al Qur’an.
Tafsir yang sering juga terdengar
sekarang adalah penafsiran secara tematik (maudlu'i). bentuk penafsiran
menurut tema permasalahan atau disiplin ilmu tertentu ini diperbolehkan asal
tidak menyimpang dari sumbernya. Seperti ada mufassir kontemporer yang
menafsiri bahwa Ya'juj dan Ma'juj yang disebut dalam al Quran
adalah bangsa Mongol dan Tartar. Wal hasil, pokoknya tidak sampai
memutarbalikkan fakta yang berakibat mengubah arti, maksud dan tujuan al Qur’an
maka secara penafsiran bentuk apapun diperbolehkan.
Yang masih sering menjadi
pertanyaan, tafsir mana yang benar dan dapat dijadikan panduan hidup di dunia
dan akhirat?
Dalam menentukan benar tidaknya
suatu tafsiran al Qur’an, umat Islam kebanyakan masih tergantung pada
masing-masing golongan yang ada di tubuh umat Islam itu sendiri. Apa yang
dikatakan mufassir ahlussunnah wal jamaah akan punya kekhasan tersendiri
dengan yang dikatakan para ulama tafsir dari golongan Mu'tazilah, Syiah atau
yang lain.
Selain itu, dengan hanya mendasarkan
diri pada al Qu’ran saja sebenarnya telah tercukupi semuanya. Tetapi karena al
Qur’an tidak sampai menjelaskan secara rinci bagaimana cara membuat kapal
terbang misalnya--tapi al Qur’an memuat aturan-aturan global yang cukup untuk
mengilhami seorang perancang pesawat terbang.
Sekarang tugas jangka pendek umat
Islam adalah menjaga dan menghidupkan al Qur’an dengan jalan belajar membacanya
secara bagus dan benar secara musyafahah (menghadap atau setoran bacaan)
kepada guru yang benar-benar ahlul Qur’an. Juga, mempelajari, memahami ,menghafalkan
dan mengkaji tafsir di hadapan guru yang ahli, untuk kemudian berusaha
mengamalkannya sehingga mencapai derajat hamilul Qur’an, dari sisi
ucapan, ilmu maupun amalnya. Dan akhirnya mampu mengajarkannya, karena Nabi
Muhammad SAW bersabda:
"Sebaik-baik kalian adalah yang
mempelajari al Quran dan mengajarkannya."
Disamping itu yang seharusnya
menjadi warisan generasi penerus adalah cara menomorsatukan al Qur’an, baik
bacaan, tafsir, dalil dan lain sebagainya, diatas segala-galanya, sehingga
apabila ada ilmu yang bertentangan dengan al Qur’an maka yang harus didahulukan
adalah al Qur’an. Sabda Nabi:
"Barangsiapa menjadikan al
Quran sebagai Imamnya, maka ia akan didahulukan masuk ke surga."
Kami melalui tulisan ini mengajak
seluruh muslimin siapa saja yang ingin mempelajari Al Qur’an baik bacaan,
tafsir, dalil maupun menghafalkannya harus didasari dengan hati ikhlas ,cinta
dan penuh kesabaran karena Alloh swt,dalam Alqur’an Alloh swt berfirman:
Dan
sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang
yang mengambil pelajaran?[Q.s alqomar 17]
Walhasil Al Qur’an harus jadi sumber segala sumber
ilmu.
Akhirnya, kepada para generasi muda
Islam agar selalu berusaha mempelajari Al Qur’an, baik bacaan,hafalan,tafsir,
makna, pemahaman, rahasia, berkahnya dan menghayatinya sampai dapat
mengamalkannya. Ini semua harus diperoleh dari guru Alqur’an yang mutawatir sambung sanadnya kepada nabi
Muhammad saw atau seorang yang ahli di bidangnya yang telah dijamin kebenaran
dan keselamatan ajarannya. Amiiin
Wallahu a'lam bishowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar