Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang
besar.[QS attaubah 100]
Pada hakekatnya, Ahlussunnah wal
Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan
oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya.
Ketika Rasulullah saw. menerangkan
bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau
menegaskan bahwa yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah
Ahlussunnah wa Jamaah. Atas pertanyaan para sahabat mengenai definisi as-Sunah
wal Jamaah, beliau merumuskan dengan sabdanya:
ما انا عليه اليوم واصحابى
"Apa yang aku berada di
atasnya, hari ini, bersama para sahabatku".
Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan
pengikut setia pada al-Sunnah wa al-Jamaah, yaitu ajaran Islam yang
diajarkan dan diamalkan Oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya pada
zamannya itu.
Ahlussunnah wal Jamaah bukanlah
suatu yang baru timbul sebagai reaksi dari timbulnya beberapa aliran yang
menyimpang dari ajaran yang murni seperti Syiah, Khawarij, Mu'tazilah dan
sebagainya. As-Sunnah wal Jamaah sudah ada sebelum semuanya itu timbul.
Aliran-aliran itulah yang merupakan gangguan terhadap kemurnian as-Sunnah
wal Jamaah. Setelah gangguan itu membadai dan berkecamuk, dirasakan
perlunya predikat Ahlussunnah wal Jamaah, dipopulerkan oleh kaum
muslimin yang tetap setia menegakkan as-Sunnah wal Jamaah,
mempertahankannya dari segala macam ganguan yang ditimbulkan oleh aliran-aliran
yang mengganggu itu. Mengajak seluruh pemeluk islam untuk kembali kepada as-Sunnah
wal Jamaah.
Peranan
para Sahabat
Para sahabat, generasi yang hidup
sezaman dengan Rasulullah saw. adalah generasi yang paling menghayati as-Sunnah
wal Jamaah. Mereka dapat menerima langsung ajaran agama dari tangan
pertama. Kalau ada yang belum jelas, dapat menanyakan langsung pula kepada
Rasulullah saw. terutama al-Khulafa ar-Rosyidun:
- sahabat Abu Bakar as-Shiddiq ra,
- sahabat Umar bin Khatab ra,
- sahabat Utsman bin Affan ra,
- dan Sahabat Ali bin Abi Thalib ra.
Memang para sahabat adalah manusia
biasa yang tidak memiliki wewenang Tasyri' (تشر
يع = membentuk atau mengadakan
hukum). Tetapi di dalam tathabiq (تطبيق = menerapkan prinsip-prinsip pada perumusan
sikap dan pendapaat yan kongkret), peranan mereka tidak dapat dikesampingkan
karena hanya ada kritik atau koreksi dari seseorang atau kelompok orang manusia
biasa pula yang jarak zamannya sedemikian jauh dengan zaman Rasulullah saw. dan
kemampuan penghayatannya terhadap as-sunnah wal Jamaah sulit diyakini melebihi
kemampuan para sahabat.
Rasulullah saw. bersabda:
عليكم بسنتى وسنة الخلفاء الراشدين
المهديين
"Haruslah kamu sekalian
berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para Khulafa ar-Rasyidin yang
mendapat petunjuk." (HR. Ahmad)
bahwa al-Mahdiyyin (yang mendapat petunjuk)
adalah sifat menerangkan kenyataan bukan sifat yang merupakan syarat yang
membatasi. Artinya, memang semua Khulafa ar-Rosyidin itu, tanpa diragukan lagi
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk, bukan orang-orang yang sebagian
mendapat petunjuk dan sebagian tidak. المهديين adalah
sifat kata الخلفاء bukan sifat kata: سنة .
Bahkan, jumhur ulama berpendapat bahwa para sahabat Rasulullah saw. adalah para
tokoh yang diyakini kejujurannya didalam masalah penyampaian ajaran agama.
Keragu-raguan terhadap kejujuran para sahabat merupakan salah satu bahaya bagi
kemantapan saluran ajaran agama, apa alagi terhadap Khulafa ar-Rosyidin al-Mahdiyyin.
Keraguan tersebut akan mengacaukan, mengaburkan dan mengeruhkan jalur-jalur
yang harus ditelusuri sampai kepada as-Sunnah dan al-Qur'an.
Para sahabat yang mendengar ucapan,
melihat perbuatan dan menghayati sikap (taqrir) Rasulullah saw. kemudian
ucapan, perbuatan dan sikap Rasulullah saw itu dikumpulkan, dicatat dan
dikodifikasikan. Para sahabat pula yang mendengar dan mencatat Rasulullah saw.,
membaca ayat-ayat al-Qur'an, kemudian dikumpulkan dan disusun menjadi mushaf
yang sampai sekarang kita yakini sebagau mushaf al-Qur'an yang otentik.
Selain dalil-dalil qauli (bersifat
ucapan) yang memberi kesaksian Rasulullah saw. atas kemampuan penghayatan para
sahabat terhadap apa yang diajarkan oleh beliau, terdapat pula dalil-dalil yang
sekaligus qauli dan fi'li (bersifat perbuatan tindakan). Beliau
merestui beberapa sahabat melakukan ijtihad (mengerahkan daya pikir
untuk mendapat kesimpulan pendapat berdasarkan atas pemahaman dan peghayatan
terhadap nash al-Qur'an dan al-Hadits). Yang paling terkenal ialah ketika
Rasulullah saw. mengutus sahabat Mu'adz bin Jabal ra. ke Yaman. Atas pertanyaan
Rasulullah saw., sahabat Mu'adz ra memberi jawaban yang dapat dirumuskan:
- Kalau sesuatu masalah ada dalilnya yang jelas didalam
al-Qur'an, maka keputusan hukum diambil berdasarkan al-Qur'an
- Kalau tidak terdapat dalam al-Qur'an dan terdapat
didalam as-Sunnah, maka diambil berdasarkan as-Sunnah
- Kalau tidak terdapat dalil yang jelas didalam al-Qur'an
dan juga tidak terdapat didalam as-Sunnah, maka keputusan hukum diambil
berdasarkan ijtihad (hasil daya pikir).
Pasti dapat diyakinkan oleh setiap
pemeluk Islam, bahwa para sahabat bukanlah sekelompok orang yang dibina oleh
Rasulullah saw. hanya untuk diri mereka sendiri tanpa berkelanjutan peranannya.
Pasti para sahabat adalah generasi pertama kaum muslimin mengemban tugas
melanjutkan missi dan perjuangan Rasulullah saw. mengembangkan ajaran agama
Islam ke seluruh pelosok dunia kepada segenap umat manusia.
Allah berfirman:
وَمَآ أَرْسَلْنَٟكَ إِلَّا كَآفَّةًۭ
لِّلنَّاسِ بَشِيرًۭا وَنَذِيرًۭا وَلَٟكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
﴿٢٨﴾
"Dan kami tidak mengutus kamu,
melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan
pemberi peringatan. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti". (QS.
As-Saba: 28)
Pasti para sahabat adalah pembawa
cahaya Islam yang diterima dari Rasulullah saw. kepada generasi-generasi
sesudahnya.
Rasulullah saw bersabda:
اصحابى كالنجوم بايهم اقتديتم اهدينتم
"Para sahabatku adalag ibarat
bintang-bintang. Dengan siapa pun di antara mereka kamu sekalian ikut, maka
kamu akan mendapat petunjuk".
Para sahabat, pasti bukan sekedar
pembawa rekaman ayat-ayat al-Qur'an dan as-Sunnah saja, tetapi sekaligus adalah
juga pembawa pentauladanan, penjelasan dan pendapat mengenai arti ayat
al-Qur'an dan al-Hadits itu sesuai dengan penghayatannya.
Generasi
sesudah Sahabat
Sesudah generasi sahabat, tugas
melanjutkan missi dan perjuangan Rasulullah SAW. diterima oleh generasi baru
yang disebut tabi'in (تابعين = para pengikut). Selanjutnya ganti
berganti, berkesinambungan generasi demi generasi menerima misi dan perjuangan
itu, para tabi'in, para Imam Mujtahidin, para Ulama Shalihin, dari zaman ke
zaman.
Kalau pengumpulan dan penyusunan
catatan-catatan ayat-ayat al-Qur'an sampai menjadi sebuah mushaf yang otentik
sudah terselesaikan pada zaman sahabat, maka pengumpulan Hadits baru dirintis
dan dilakukan oleh para tabi'in. selanjutnya seleksi, kategorisasi,
sistematisasinya digarap dan dirampungkan oleh generasi-generasi sesudahnya.
Segala macam syarat, sarana dan metode untuk menyimpulkan pendapat yang benar
dan murni dari al-Qur'an dan al-Hadits diciptakan dan dikembangkan. Mulai dari
ilmu-ilmu bahasa Arab, Nahwu, Sharraf, Ma'ani, Badi',
dan Bayan sampai kepada ilmu mantiq (logika) dan filsafat,
dirangkaikan dengan ilmu tafsir, ilmu Mushthalahul Hadits sampai kepada Ushul
Fiqh dan al-Qowa'id al-Fiqhiyah. Semuanya dimaksudkan untuk dapat
mencapai kemurnian ajaran as-Sunnah wal Jamaah.
Bukan hanya guna mendapatkan ilmunya
untuk diamalkan sendiri, tetapi sekaligus juga segala ilmu yang didapat itu di
siarkan, di da'wahkan dan lebih dari untuk diamalkan oleh sebanyak mungkin
umat.
Mereka as-Sabiqunal Awwalun (
السابقون الاولون = generasi terdahulu) itu bergerak ke segala penjuru dunia,
dengan segala jerih payah, dengan penderitaan dan pengorbanan menyebarkan as-Sunnah
wal Jamaah, Kaaffatan linnaas ( كافة للناس = kepada seluruh umat manusia). Tidak
terkecuali ke tanah air Indonesia ini. Para Muballighin, atas resiko sendiri
tanpa dukungan dari kekuasaan politik dan tanpa dukungan dari kekuatan materil
yang berarti membawa as-Sunnah wal Jamaah itu kemari. Dengan tidak mengurangi
penghargaan terhadap para Muballighin yang lain, tidaklah dapat dilewatkan
menyebut jasa-jasa para wali Muballighin yang dikenal dengan istilah Wali
Sanga, kelompok sembilan yang paling berkesan di dalam sejarah islam di
Indonesia.
wallohu a'lam bishowab